Banyak hal unik ketika membahas mengenai suku baduy . Salah satunya terkait pernikahan yang hanya boleh dilaksanakan pada Juni hingga Agustus. Dan Bagi warga Baduy, pernikahan adalah sekali untuk seumur hidup. Mereka tidak mengenal perceraian. Perceraian hanya terjadi jika salah satu meninggal, maka pasangan yang ditinggalkan dapat menikah lagi.
Tak hanya itu, tata caranya pun cukup terbilang unik. Orang Baduy menyebutnya perkawinan sebagai rukun hirup, artinya bahwa perkawinan harus dilakukan, karena jika tidak maka ia akan menyalahi kodratnya sebagai manusia.
Ada tiga tahapan yang harus dilalui saat seorang warga baduy ingin menikah.
Pertama bobogohan atau tahap pengenalan jodoh yang menjadi tahapan paling penting. Suasana acara bobogohan ini biasanya ditemani dengan lantunan alat musik kecapi yang dibawa pihak laki-laki.
Setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk menikah, maka dilaksanakanlah tahapan lamaran. Ada 3 tahapan lamaran yang harus dilakukan oleh calon mempelai pria yaitu mempelai pria beserta keluarga harus melapor ke Pu’un (Kepala Adat) dengan membawa daun sirih, pinang, dan gambir secukupnya. Lalu sirih, pinang, dan gambir dibawa ke rumah wanita yang akan dilamar dilengkapi dengan membawa cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawin, dan yang terakhir membawa alat rumah tangga dan baju untuk calon mempelai wanita.
Penanggalan ini berdasarkan pikukuh, aturan aturan yang sudah digariskan oleh leluhur. Setelah semua proses dilalui maka diadakanlah upacara pernikahan yang hanya boleh diadakan pada bulan kalima sampe katujuh.
Pada prosesi pernikahan mempelai akan mengucapkan kalimat syahadat (seperti ijab kabul), disaksikan oleh Naib sebagai penghulunya. Menurut informasi yang kami dapatkan pencatatan pernikahan oleh KUA tidak berlaku di Baduy, karena terbentur oleh kepercayaan yang mereka yakini.
0 comments on “Pernikahan Suku Baduy, Ritual Sakral yang Anti Perceraian” Add yours →