Nikah Beda Agama, Gimana ya ?  

Buku Fiqih Lintas Agama menekankan, menggeneralisasi makna Ahli Kitab sebagai identik dengan istilah musyrik dan kafir adalah sebuah kekeliruan. Menariknya, menurut para fuqaha ini makna Ahli Kitab juga bukanlah sekadar penganut Yahudi dan Nasrani, melainkan juga meliputi agama-agama lain. Menurut Din, ucapan itu tidak akan merusak keyakinan agama seorang muslim. Islam, kata Din, adalah agama yang membawa rahmat pada sekalian alam bukan merusak kerukunan.

Selain fatwa haram bagi kaum Muslim ikut berpartisipasi merayakan Natal Bersama, pada 1 Juni 1980 Hamka juga mendorong keluarnya Fatwa MUI tentang haramnya pernikahan beda agama. Menarik disimak, sepanjang sejarahnya MUI ini telah dua kali mengeluarkan fatwa seputar haramnya kawin beda agama. Bahwa, perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. MUI yakin, bahwa laki-laki dan perempuan non-Muslim meskipun menganut agama Yahudi maupun Nasrani, tetap bukan termasuk sebagai Ahli Kitab .

Dalam konteks pemaknaan inilah, baik laki-laki dan perempuan yang memeluk agama Yahudi maupun Nasrani, tak termasuk dalam kategori itu. Dasar teologis dalam teks Alquran yang dikuatkan fatwa MUI tahun 2005 menjadikan perkawinan beda agama sesuatu yang mustahil di Indonesia. Jika dihadapkan dengan konsep Hak Asasi Manusia , ketentuan Fatwa MUI tersebut jelas mengabaikan hak warga negara untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama. Tafsiran MUI tentang haramnya nikah beda agama adalah satu model tafsiran saja.

Lembaga civil society lainnya misalnya The Wahid Institute atau juga Yayasan Paramadina di masa kepemimpinan Nurcholish Madjid nisbi memiliki kesimpulan yang berbeda terkait isu nikah beda agama.

Fiqih Lintas Agama

Pluralitas masyarakat Indonesia yang berbeda agama adalah sebuah keniscayaan. Persinggungan dan pertautan masyarakat Indonesia dengan latar belakang keragaman termasuk agama yang berbeda jelas merupakan realitas yang tak bisa dihindari. Ibarat mata rantai, perkawinan beda agama adalah efek dari sosialisasi kehidupan dan kerukunan masyarakat Indonesia. Di titik inilah, agama dihadapkan dengan konteks masa kini, sehingga yang dibutuhkan dalam kehidupan agama khususnya umat Islam, adalah bagaimana sebuah teks bisa yaitu Alquran berbicara kepada umat dan mampu menjawab tantangan modernitas sehingga tafsiran teks tersebut bersifat kontekstual.

Tema kawin beda agama merupakan salah satu masalah keagamaan yang tidak pernah tuntas dibahas. Salah satu fokus buku ialah mengupas topik perihal legalitas kawin beda agama. Topik itu dilihat secara sistematis, mulai dari menginventarisasi ayat-ayat Alquran yang bicara perihal perkawinan beda agama secara general, hingga interpretasi terhadap teks-teks tersebut dengan menghadirkan konteks hitoris turunnya ayat. Mengambil contoh Imam Syafi’i, misalnya, buku Fiqih Lintas Agama menyebutnya sebagai arsitek ilmu fiqih paling brilian.

Bicara soal legalitas nikah beda agama yang dirumuskan oleh para pemikir Paramadina ini, kontruksi fiqih-nya mudah diduga tak terlepas dari buah ijtihad Cak Nur perihal konsepsi teologi kemajemukan keagamaan . Sedangkan pluralisme agama dalam gagasan Cak Nur adalah kemajemukan jalan menuju kebenaran yang satu, yaitu kebenaran Tuhan. Pluralisme agama, lanjut Cak Nur, juga dapat dilihat dari aspek spiritualitas di mana semua agama memiliki inti ajaran penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Buku Fiqih Lintas Agama menekankan, menggeneralisasi Ahli Kitab sebagai serta-merta bermakna sama atau identik dengan makna istilah musyrik dan kafir adalah sebuah kekeliruan.

Menariknya, pemaknaan soal siapakah yang disebut Ahli Kitab ini tidaklah sekadar penganut Yahudi dan Nasrani, melainkan juga dielaborasi meliputi agama-agama lain yang memiliki tuntunan kitab suci. Dari sinilah buku Fiqih Lintas Agama kemudian memasuki topik legalisasi nikah beda agama. Mereka menyimpulkan, pernikahan beda agama disandarkan pada tafsiran QS. Salah seorang penulis buku Fiqih Lintas Agama, Zuhairi Misrawi, memandang letak keberhasilan buku itu bukan pada cetak ulangnya.

«Melainkan pada dilaksanakannya isi buku ini, di antaranya dengan mawadahi kawin beda agama,» kata alumnus Al-Azhar Kairo ini. Dari sumber media arus utama disebutkan Paramadina mulai menikahkan pasangan beda agama pada Oktober 2001. Sejauh ini, merujuk statemen Staf Pengajar di Pasca-Sarjana di Universitas Paramadina, Zainun Kamal mengakui, Paramadina telah menikahkan puluhan pasang pengantin berbeda agama. Tak hanya itu, lembaga ini juga memberikan konsultasi terhadap pasangan kekasih berbeda iman namun keduanya serius hendak melakukan pernikahan beda agama.

«Paramadina bukan lembaga pernikahan yang menikahkan orang yang seagama maupun yang berlainan agama,» tulis Machnan. Merespons ini, The Wahid Institute, lembaga pimpinan Yenny Abdurrahman Wahid, kemudian juga mendeklarasikan diri sanggup memfasilitasi nikah beda agama.

Tigadara adalah catering dan Wedding Organizer wilayah Jabodetabek dan Bandung yang sudah berpengalaman dalam menyajikan aneka layanan Nasi box, Prasmanan Pernikahan dan Paket Pernikahan di Berbagai Kota. Tigadara menyediakan beragam layanan Nasi box atau nasi kotak dan Paket Pernikahan dengan harga terjangkau. Sehingga layanan nasi box dan Paket Wedding kami dapat dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat. Dan Info menariknya, kami sering mengadakan Test Foods dan Diskon untuk para clien kami, testi real pun selalu kami share di instagram dan Facebook kami

Untuk info lebih lanjut, langsung saja kunjungi website kami di : www.tigadaracatering.co.id/ dan Instagram dan Facebook kami @cateringtigadara .

0 comments on “Nikah Beda Agama, Gimana ya ?  Add yours →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *