Bleketepe sendiri adalah anyaman dari daun pohon kelapa. Pemasangan bleketepe ini dilakukan oleh orang tua pengantin saat pemasangan tarub atau tenda untuk pesta pernikahan.
Tradisi membuat blaketepe atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh saat resepsi pernikahan. Bleketepe merupakan tradisi peninggalan dari Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Bleketepe biasa terbuat dari daun kelapa yang masih hijau dengan ukuran 50×200 cm. Bleketepe yang dipasang mengelilingi area pernikahan merupakan perwujudan dari penyucian di kahyangan para dewa yang dinamakan Bale Katapi.
Bale artinya tempat, sedangkan Katapi berasal dari kata tapi yang artinya memisahkan kotoran kemudian dibuang. Dengan demikian Bleketepe artinya adalah orang tua pengantin yang mengajak pasangan pengantin untuk menyucikan diri.
Makna tuwuhan adalah harapan orang tua kepada pengantin untuk segera dapat memperoleh keturunan.
Dalam tuwuhan terdiri dati pohon pisang raja yang buahnya sudah masak. Pilihan pisang raja memiliki filosofi bahwa pasangan pengantin ini kelak memiliki kemakmuran dan kemualiaan seperti para raja.
Kedua Tebu Wulung memiliki filosofi, diharapkan setelah memasuki jenjang pernikahan kedua mempelai memiliki jiwa bijaksana.
0 comments on “Filosofi Bleketepe Dalam Pernikahan Adat Jawa” Add yours →