Mitos Larangan di Bulan Suro-

Malam satu suro merupakan peralihan menuju tahun yang baru. Sebutan bulan ‘Suro’ atau ‘Sura’ diambil dari istilah ‘Asyura’, yaitu hari ke-10 di bulan Muharram. Bagi masyarakat Jawa, bulan Muharram atau Suro dianggap sebagai bulan keramat yang sakral dan penuh dengan kepercayaan mistis, terlebih bila malam satu suro jatuh pada Jumat Legi. Pada malam tersebut, sebagian masyarakat Jawa akan melakukan berbagai ritual untuk mensucikan diri agar lebih bersih saat memasuki tahun yang baru. Kesakralan tersebut berkaitan erat dengan latar belakang historis tentang peristiwa penting yang terjadi di bulan Suro, terkhusus bagi pemeluk agama Islam yang bersangkutan dengan kebudayaan Mataram Jawa-Hindu.
Karena dianggap keramat, kemudian muncullah berbagai larangan untuk melakukan berbagai kegiatan yang berpotensi dapat mendatangkan musibah. Masyarakat Jawa tidak boleh bepergian jauh ke luar rumah, kecuali untuk menjalankan ritual atau berdoa. Nah, salah satu mitos yang sudah diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa adalah pantangan menikah di bulan Suro. Menurut sebuah naskah kesusastraan Jawa yang berjudul Serat Centhini, jika seseorang menikah di bulan Muharram, maka setelah berumah tangga pasangan tersebut akan memiliki banyak hutang.
Menikah di Bulan Suro-
Bahkan, sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of Sharia Vol 1. No. 02 Edisi Juni 2022, menyebutkan bahwa masyarakat Jawa hingga kini masih memegang tradisi untuk tidak melangsungkan pernikahan di bulan Suro. Berpegang teguh pada kepercayaan turun-temurun dari nenek moyang, umumnya masyarakat Jawa khawatir hal buruk akan terjadi apabila mereka menikah di bulan tersebut. Berangkat dari keyakinan itu pula, kebanyakan dari masyarakat Jawa akhirnya memilih untuk menikah di bulan Dzulhijjah yang dinilai sebagai bulan penuh berkah.
0 comments on “Mitos Larangan Menikah di Bulan Suro” Add yours →